Masud Keluarga?
- Timothy laja
- Feb 15, 2016
- 2 min read

Salam!
Setiap insan yang hidup di atas muka bumi ini pasti mengimpikan untuk memiliki sebuah keluarga yang bahagia dan harmoni, tetapi apa yang sedihnya tidak semua orang memiliki sebuah keluarga yang bahagia. Di manakah silapnya dan siapakah yang harus di persalahkan jika kita hidup di dalam sebuah keluarga yang saling berantakan dan benci membenci antara satu sama lain.
Setiap individu itu sendiri perlu memahami apa yang dimaksudkan dengan "KELUARGA" dan "BAHAGIA" sebelum menyimpan impian untuk memiliki kedua-duanya. Ada indivdu yang terlalu obses untuk memiliki sebuah keluarga bahagia tetapi malangnya individu itu sendiri tida tahu apa itu keluarga dan apa itu bahagia.
DEFINISI KELUARGA
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu.
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.(Menurut Salvicion dan Ara Celis).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga adalah : - Unit terkecil dari masyarakat - Terdiri atas 2 orang atau lebih - Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah - Hidup dalam satu rumah tangga - Di bawah asuhan seseorang ketua rumah tangga - Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga - Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan tanggungjawab masing-masing - Diciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
APA ITU BAHAGIA? Istilah "bahagia" itu adalah suatu perkara yang unik dan terlalu seni untuk didefinisikan secara tepat, apatah lagi jika ia ditakrifkan oleh bermacam orang yang sudah tentu bermacam-macam pula ragamnya. Hanya dengan menggunakan kaca mata Islam yang berlandaskan Al-Quran dan Sunnah sahaja definisi bahagia itu dapat dirungkaikan dalam bentuk amalan, sekalipun ianya tidak berjaya diungkaikan oleh lidah yang tidak bertulang berupa sesuatu lafaz atau ucapan kata-kata. Bahkan kalau dikira, definisi yang dirungkaikan dalam bentuk praktik itulah yang lebih tepat dari definisi yang berjaya diungkaikan dan diungkapkan melalui kata-kata atau ucapan.
Sebagai contoh: Orang miskin akan mentakrifkan kebahagiaan itu berdasarkan kekurungan yang ada pada dirinya yang ia terlalu ingin untuk milikinya dari segi harta benda dan kemewahan,sedangkan orang kaya yang sudahpun bermewah-mewah dalam kehidupan, kadang-kadang melihat bahawa kehidupan simiskin lebih bahagia berbanding dirinya.
Jadi, apakah yang mereka ingin nyatakan tentang takrif kebahagiaan itu sebenarnya? Ini bermakna rasa bersyukur dengan kemewahan dan reda dengan kemiskinan sahaja, masih belum cukup untuk mentafsirkan makna kebahagiaan. Pendek kata kebahagiaan itu bukanlah apa yang dinilai oleh nafsu yang suka kepada kehidupan serba mewah, bukan juga oleh jasmani kita yang kadang-kala tertipu oleh kebuasan nafsu lalu hidup merana dan menderita, bahkan bukan juga terletak kepada kepintaran akal yang memikirkan akan betapa patutnya menggapai cabang-cabang kebahagiaan yang dianggapnya sebagai tempat yang paling patut untuk berpaut. Sekaligus bukan pula takrif yang didendangkan oleh hati yang kadang-kadang berlaku seperti pepatah Melayu : "Ikut hati mati, ikut rasa binasa".
コメント